|IC|_GuanThenK DuewE Super Moderator
Jumlah posting : 515 Points : 10908 Join date : 03.03.11 Lokasi : * Depan Computer *
| Subyek: biodata presiden RI Sun 20 Mar 2011 - 2:50 | |
| Ir Soekarno- Spoiler:
Nama: Ir. Soekarno Nama Panggilan: Bung Karno Nama Kecil: Kusno. Lahir: Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 Meninggal: Jakarta, 21 Juni 1970 Makam: Blitar, Jawa Timur Gelar (Pahlawan): Proklamator Jabatan: Presiden RI Pertama (1945-1966) Isteri dan Anak: Tiga isteri delapan anak Isteri Fatmawati, anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh Isteri Hartini, anak: Taufan dan Bayu Isteri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika.
Ayah: Raden Soekemi Sosrodihardjo Ibu: Ida Ayu Nyoman Rai Pendidikan: HIS di Surabaya (indekos di rumah **** Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam) HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920 THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926
Ajaran: Marhaenisme Kegiatan Politik: Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927 Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929 Bergabung memimpin Partindo (1931) Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu. Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945 Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945
Bung Karno. Begitulah panggilan akrab yang ditujukan pada Presiden pertama Republik Indonesia ini. Semua rakyat Indonesia, bahkan seluruh dunia pun mengenal sosok pemimpin yang memiliki kharisma serta pidato yang selalu menguggah rakyat Indonesia ini. Nah, untuk lebih mengenal sosoknya, melalui artikel ini akan dibahas mengenai biografi Soekarno.
Profil Soekarno
Presiden Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Soekarno hanya beberapa tahun saja hidup bersama kedua orangtuanya. Masa kecil beliau banyak dihabiskan di Surabaya karena pada waktu itu di daerah Blitar belum terdapat banyak sekolah yang memadai.
Semasa SD, Soekarno tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pendiri Syarkat Islam. Setelah lulus SD Soekarno melanjutkan sekolah di Hoogere Burger School (HBS) dan lulus pada 1920. Kemudian, meneruskan kembali di THS (sekarang menjadi ITB) dan berhasil meraih gelar Insinyur pada 25 Mei 1926.
Soekarno memilki tiga orang istri dan dikaruniai delapan orang anak. Istri pertama bernama Fatmawati, dan mempunyai anak yang bernama Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
Istri keduanya bernama Hartini dari hasil pernikahannya mereka memilki anak yang bernama Taufan dan Bayu. Istri yang ketiga bernama Ratna Sari Dewi beliau adalah keturunan Jepang yang memilki nama asli Naoko Nemoto. Dari hasil pernikahannya ini, mereka memilki satu orang anak yang bernama Kartika.
Mendirikan Partai
Selama masa pendidikannya di Hoogere Burger School Soekarno sudah memilki jiwa nasionalisme yang tinggi. Setelah dia lulus dari sekolah dan mendapat gelar insinyur, Soekarno mendirikan partai yang bernama PNI (Partai Nasional Indonesia) pada tanggal 4 Juli 1927.
Menjadi Presiden Pertama RI
Seperti yang kita ketahui, sistem pemilihan Presiden di Indonesia sekarang adalah melalui pemilihan umum. Tapi, pada saat itu para pemimpin Indonesia belum terpikir untuk memilih Presiden dengan melalui pemilu karena kondisi pada waktu itu Indonesia masih dijajah oleh Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 para pemuda Indonesia menculik Soekarno ke daerah Rengasdengklok dengan tujuan tujuan agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya Pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno beserta Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di hadapan para rakyat Indonesia.
Melalui perjuangan panjang yang dilalui oleh para rakyat Indonesia akhirnya bisa menikmati kemerdekaan. Pada tangal 18 Agustus 1945 diadakan sidang PPKI, dan hasilnya memutuskan Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia pertama beserta Drs. Mohammad Hatta sebagi wakil Presiden.
Jasa-Jasa Presiden Soekarno
Sebagai presiden pertama yang memipin sebuah negara baru, Presiden Soekarno termasuk orang yang tak gampang menyerah. Beliau adalah sosok yang mau belajar tentang apapun dan beliau tipe pemimpin yang memliki semangat yang sangat tinggi.
Adapun jasa-jasa beliau selama memipin adalah beliau berusah mempersatukan seluruh daerah di nusantara dan menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin melalui Konferensi Asia Afrika yang dilakukan di Bandung pada tahun 1955. H.M Soeharto- Spoiler:
Nama: H. Muhammad Soeharto Lahir: Kemusuk, Argomulyo, Godean, 1 Juni 1921 Meningal : 27 Januari 2008 Agama: Islam
Jabatan Terakhir: Presiden Republik Indonesia (1966-1998) Pangkat: Jenderal Besar (Bintang Lima)
Isteri: Ibu Tien Soeharto ( Siti Hartinah)
Anak: Siti Hardiyanti Hastuti (Mbak Tutut) Sigit Harjojudanto Bambang Trihatmodjo Siti Hediati Hutomo Mandala Putra (Tommy) Siti Hutami Endang Adiningsih
Ayah: Kertosudiro Ibu: Sukirah
Alamat: Jalan Cendana No.8, Menteng Jakarta Pusat Mantan Presiden Republik Indonesia Suhartomeninggal dunia pada usia 86 tahun. Suharto memerintah Indonesia selama lebih dari 30 tahun, tetapi dipaksa untuk mengundurkan diri pada bulan Mei 1998 di saat Indonesia menghadapi dampak dari krisis ekonomi yang melanda Asia.
Pak Harto lahir pada 8 Juni 1921 di desa Kemusuk, kecamatan Argomuluyo, Yogyakarta.
Di masa mudanya, dia bergabung dengan Tentara Kerajaan Hindia-Belanda Belanda, KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger).
Selama Perang Dunia Kedua, Suharto menjadi komandan batalion di dalam militer yang disponsori oleh Jepang, yang dikenal sebagai tentara PETA (Pembela Tanah Air).
Pada masa perang kemerdekaan antara tahun 1945 dan 1949, Suharto dikenal luas di kalangan militer dan ikut berperan dalam serangan tiba-tibanya terhadap Belanda dalam merebut kembali Yogyakarta pada 1 Maret 1949, yang dalam sejarah dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret.
Suharto mengambilalih kekuasaan dari Presiden Sukarno yang melimpahkan kekuasaan eksekutif lewat Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966.
SOEHARTO Lahir 8 Juni 1921, di Kemusuk, Yogyakarta Bergabung dengan Tentara Kerajaan Hindia-Belanda, KNIL Berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 Memimpin penumpasan PKI tahun 1965, di mana ratusan ribu tewas Mengambilalih kekuasaan dari Sukarno lewat Supersemar Diangkat sebagai pejabat presiden Maret 1967 Dilantik sebagai presiden RI kedua Maret 1968 Mundur sebagai presiden RI Mei 1998 Supersemar dikeluarkan beberapa bulan setelah peristiwa pembunuhan para jenderal yang disebut Gerakan 30 September 1965, di mana Suharto memimpin gerakan penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menewaskan ratusan ribu orang.
Insiden pembunuhan itulah yang menjadi pijakan Jenderal Suharto untuk meraih kekuasaan yang oleh sebagian kalangan dianggap sama dengan kudeta militer.
Pada Maret 1967, setahun setelah Supersemar, Jenderal Suharto diangkat sebagai pejabat presiden dan setahun kemudian dia resmi dilantik sebagai presiden kedua Republik Indonesia oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Selama berkuasa, Suharto menerapkan gaya pemerintahan otoriter, tetapi berhasil menjalankan perekonomian dengan hasil yang mencengangkan, dan membawa stabilitas serta kemakmuran sampai tahun-tahun terakhir pemerintahannya.
Pembangunan ekonomi
Perekonomian adalah pencapaian terpenting pemerintah Indonesia di bawah Suharto, presiden yang mendapat julukan Bapak Pembangunan Indonesia.
Ekspor Indonesia mengalami lonjakan didorong oleh kuatnya produksi pabrik dan industri perminyakan.
Suharto mengambilalih kekuasaan dari Presiden Sukarno lewat Super Semar tahun 1966 Ini adalah model klasik di Asia saat itu, di mana pemerintah yang berkuasa memusatkan perhatian pada pembangunan perekonomian, dan mengabaikan pembangunan demokrasi.
Negarawan senior Singapura Lee Kwan Yew menggambarkan Pak Harto sebagai orang yang membawa stabilitas dan pertumbuhan di kawasan.
"Warisannya bagi Asia Tenggara konstruktif. Dia memusatkan perhatian pada pembangunan ekonomi, bukan untuk membangun Indonesia sebagai kekuatan yang lebih besar," kata Lee Kwan Yew.
"Soeharto memberi jaminan kepada negara-negara tetangganya, khususnya Malaysia dan Singapura, bahwa dia menginginkan perdamaian, kerja sama dan pertumbuhan secara bersama."
Namun kelemahan terbesar Suharto adalah sikapnya yang mentolerir korupsi, khususnya yang terjadi di lingkungan keluarga dan kerabatnya sendiri.
Dugaan korupsi
Pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya, lawan-lawan politik mantan penguasa Indonesia ini menuntut retribusi, dengan menuduh jenderal purnawirawan itu melakukan pelanggaran hak azazi dan korupsi luas.
Suharto memberi jaminan kepada negara-negara tetangganya... bahwa dia menginginkan perdamaian, kerja sama dan pertumbuhan secara bersama
Lee Kwan Yew Korupsi, masalah HAM, ditambah dengan krisis keuangan yang melanda kawasan Asia, membuat keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia di bawah Orde Baru pimpinan Suharto menghancurkan kepercayaan pada perekonomian Indonesia.
Indonesia menjadi negara yang merasakan dampak paling parah.
Situasi ini memicu kerusuhan, penjarahan dan aksi protes oleh mahasiswa yang akhirnya memaksa Suharto turun dari kekuasaan pada tahun 1998.
Dia diajukan ke pengadilan dengan tuduhan menggelapkan uang negara.
Majalah Time mengklaim jumlah uang yang digelapkan Suharto ketika berkuasa adalah sekitar $15 miliar, sementara lembaga swadaya masyarakat Transparency International mengatakan pada tahun 2004 uang yang dikorupsi Suharto mencapai $35 miliar.
Kesehatan memburuk
Penuntutan terhadap kasus pidana dugaan korupsi atas mantan presiden ini dihentikan pada tahun 2006 oleh Jaksa Agung RI saat itu Abdul Rahman Saleh dengan alasan kondisi fisik dan mental, Suharto yang tidak layak diajukan ke persidangan.
Tetapi kasus gugatan perdata senilai $1,4 miliar atas Yayasan Supersemar yang dipimpin Pak Harto masih berjalan.
Suharto pertama kali masuk rumah sakit untuk dirawat pada 20 Juli 1999 karena stroke ringan, dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).
Sejak saat itu dia berkali-kali keluar masuk rumah sakit karena kondisi kesehatannya.
Suharto meninggalkan tiga putra dan tiga putri.
B.J. Habibie- Spoiler:
Nama: Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. Bacharuddin Jusuf Habibie Lahir: Pare-Pare, 25 Juni 1936 Agama: Islam Jabatan : Presiden RI Ketiga (1998-1999) Pendiri dan Ketua Dewan Pembina The Habibie Center Istri: dr. Hasri Ainun Habibie (Menikah 12 Mei 1962) Anak: Ilham Akbar dan Thareq Kemal Cucu: Empat orang Ayah: Alwi Abdul Jalil Habibie Ibu: R.A. Tuti Marini Puspowardoyo Jumlah Saudara: Anak Keempat dari Delapan Bersaudara
Pendidikan : 1. ITB Bandung, tahun 1954 2. Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman, dengan gelar Diplom-Ingenieur, predikat Cum laude pada Fakultas Mekanikal Engineering, Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang (1955-1960). 3. Rheinisch Westfalische Technische Hochscule (RWTH), Aachen, Jerman, dengan gelar doktor konstruksi pesawat terbang, predikat Summa Cum laude, pada Fakultas Mekanikal Engineering, Departemen Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang (1960-1965). 4. Menyampaikan pidato pengukuhan gelar profesor tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung, pada tahun 1977.
Pekerjaan : 1. Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg, Jerman antara tahun 1965-1969. 2. Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Pesawat Komersial dan Angkut Militer MBB Gmbh, di Hamburg dan Munchen antara 1969-19973 3. Wakil Presiden dan Direktur Teknologi pada MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen tahun 1973-1978 4. Penasehat Senior Teknologi pada Dewan Direksi MBB tahun 1978. 5. Pulang ke Indonesia dan memimpin Divisi Advanced Technology Pertamina, yang merupakan cikal bakal BPPT, tahun 1974-1978. 6. Penasehat Pemerintah Indonesia di Bidang Pengembangan Teknologi dan Pesawat Terbang, bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tahun 1974-1978. 7. Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998. 8. Wakil Presiden R.I. pada 11 Maret 1998-21 Mei 1998. 9. Presiden RI 21 Mei 1998-20 Oktober 1999.
Organisasi: Pendiri dan Ketua Umum ICMI
Penghargaan: Theodore van Karman Award Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang IT. Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gekar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.
Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman. K.H Abdurrahman Wahid- Spoiler:
Nama: Abdurrahman Wahid Lahir : Denanyar, Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940. Orang Tua: Wahid Hasyim (ayah), Solechah (ibu). Istri : Sinta Nuriyah Anak-anak : Alisa Qotrunada Zannuba Arifah Anisa Hayatunufus Inayah Wulandari Pendidikan : • Pesantren Tambak Beras, Jombang (1959-1963) • Departemen Studi Islam dan Arab Tingkat Tinggi, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (1964-1966) • Fakultas Surat-surat Universitas Bagdad (1966-1970) Karir: • Pengajar Pesantren Pengajar dan Dekan Universitas Hasyim Ashari Fakultas Ushuludin (sebuah cabang teologi menyangkut hukum dan filosofi) • Ketua Balai Seni Jakarta (1983-1985) • Penemu Pesantren Ciganjur (1984-sekarang) • Ketua Umum Nahdatul Ulama (1984-1999) • Ketua Forum Demokrasi (1990) • Ketua Konferensi Agama dan Perdamaian Sedunia (1994) • Anggota MPR (1999) • Presiden Republik Indonesia (20 Oktober 1999-24 Juli 2001) Penghargaan • Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993) • Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991) KH Abdurrahman Wahid telah pergi memenuhi panggilan Sang Kuasa. Tokoh muslim yang akrab dipanggil Gus Dur itu dikenal sebagai tokoh fenomenal di Indonesia. Namun, di antara kisah kontroversi Gus Dur, tak sedikit peran besar yang ditorehkan lelaki peraih sepuluh gelar dokter kehormatan tersebut.
Wahid Kecil
Abdurrahman Wahid lahir 7 September 1940 atau hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah di Denanyar, Jombang, Jawa Timur.
Ia diberi nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti "abang" atau "mas".
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid kecil lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara kakek dari pihak ibu, Bisri Syansuri, adalah yang pertama mengajarkan kelas pada wanita. Ayah Gus Dur, Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang.
Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.
Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.
Pada tahun 1944, Gus Dur kecil pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terlibat dengan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang didirikan oleh tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia.
Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Gus Dur kembali ke Jakarta mengikuti ayahnya yang ditunjuk sebagai Menteri Agama.
Di Jakarta Gus Dur kecil masuk SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Gus Dur juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo.
Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
Pendidikan di luar negeri
Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrin Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh Universitas bahwa ia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid terpaksa mengambil kelas remedial.
Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa. Ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas.
Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September terjadi. Mayor Jendral Soeharto menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan Komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis laporan.
Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Pendidikan prasarjana Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Wahid pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970, Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui. Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.
Awal Karir
Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut Prisma dan Wahid menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor LP3ES, Wahid juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.
Pada saat itu, pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Wahid merasa prihatin dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gus Dur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat.
Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah, pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Wahid memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.
Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Pada tahun 1974, Wahid mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian, Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.
Pada tahun 1977, Wahid bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dean Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Sekali lagi, Wahid mengungguli pekerjaannya dan Universitas ingin agar Wahid mengajar subyek tambahan seperti pedadogi, Syariat Islam dan misiologi. Namun, kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas dan Wahid mendapat rintangan untuk mengajar subyek-subyek tersebut. Sementara menanggung semua beban tersebut, Wahid juga berpidato selama ramadhan di depan komunitas Muslim di Jombang.
Awal Terlibat di NU
Latar belakang keluarga Wahid segera berarti. Ia akan diminta untuk memainkan peran aktif dalam menjalankan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU.
Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga. Karena mengambil pekerjaan ini, Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap disana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Wahid memimpin sebagai reforman NU.
Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye PPP dengan menangkap orang seperti dirinya. Namun, Wahid selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny Moerdani.
Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (yang termasuk Wahid) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan ketua.
Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU pada era transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi akhirnya mundur karena tekanan.
Pada 6 Mei 1982, Wahid mendengar pilihan Idham untuk mundur dan menemuinya, lalu berkata bahwa permintaan mundur tidak konstitusionil. Dengan himbauan Wahid, Idham membatalkan kemundurannya. Wahid bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang yang meminta kemundurannya.
Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara.
Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan Sunnah untuk pembenaran dan akhirnya, pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada terhambat dengan terlibat dalam politik.
Reformasi Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Wahid sebagai ketua baru NU. Wahid menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut.
Namun demikian, persyaratannya untuk dapat memilih sendiri para pengurus di bawahnya tidak terpenuhi. Pada hari terakhir Munas, daftar anggota Wahid sedang dibahas persetujuannya oleh para pejabat tinggi NU termasuk Ketua PBNU sebelumnya, Idham. Wahid sebelumnya telah memberikan sebuah daftar kepada Panitia Munas yang sedianya akan diumumkan hari itu. Namun demikian, Panitia Munas, yang bertentangan dengan Idham, mengumumkan sebuah daftar yang sama sekali berbeda kepada para peserta Munas.
Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Soeharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Soeharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila.
Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Soeharto. Ia menerima hadiah dalam bentuk keanggotaan MPR. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia. Meskipun hal ini mengasamkan hubungan Wahid dengan pemerintah, Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.
Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular. Pada tahun 1987, Gus Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyedikan interpretasi teks Muslim. Kritik menuduh Gus Dur mengharapkan merubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam sekular "selamat pagi".
Kepresidenan
Kepresidenan Gus Dur terkenal akan perjalanan jarak jauhnya, termasuk ke tempat-tempat kontroversial. Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Tiongkok.
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan keluar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Timur. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Wahid juga mengunjungi Irian Jaya dan Aceh, provinsi Indonesia yang memiliki banyak gerakan separatis, yang mengundang kontroversi. Salah satu ucapan Gus Dur yang kontroversial (tanpa konsultasi dengan sejarawan) adalah bahwa penamaan Irian pada provinsi Irian Jaya merupakan sikap merendahkan masyarakat papua karena kata Irian sama artinya berarti (maaf) kelamin.
Padahal menurut sejarah penyebutan kata Irian untuk mengganti sebutan papua pertama kali diucapkan oleh Frans Kasiepo tokoh pejuang pembebasan Irian Barat asli papua yang merupakan singkatan “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland” untuk menunjukkan tekad bangsa papua bergabung ke dalam NKRI. Gusdur juga menimbulkan kontroversi dengan kunjungannya ke Israel, negara yang tidak disukai banyak orang Indonesia.
Penghargaan
Wahid ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.
Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.
Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu. Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The Jakarta Post membantah dan menanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.
Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia yang awalnya merupakan organisasi untuk mengejar tokoh nazi Jerman yang bertanggung jawab atas pembantaian jutaan warga Yahudi di Eropa.
Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru. Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.
Keluarga
Gus Dur menjalani urusan asmara pada masa muda, dengan cara yang berbeda dari remaja pada umumnya. Gus Dur menikah karena tidak mau dilangkahi adiknya yang segera akan melangsungkan pernikahan.
Gus Dur meminta tolong kakeknya, KH Bisri Syansuri, untuk melamar gadis pujaannya yang tak lain adalah bekas muridnya di Pesantren Tambakberas yaitu Sinta Nuriyah, putri H Abdulah Syukur, pedagang daging terkenal.
Pada tanggal 11 Juli 1968, Gus Dur melangsungkan pernikahan jarak jauh dan Gus Dur meminta kakenya KH Bisri Syansuri menggantikannya pada pernikahan tersebut.
Pernikahan ini sempat mengegerkan tamu undangan.Bagaimana tidak, karena pengantin laki-lakinya sudah tua. Namun kesalahpahaman itu hilang setelah pada 11 September 1971, pasangan Gus Dur-Nuriyah melangsungkan pesta pernikahan.
Pernikahan Gus Dur-Nuriyah dianugerahi empat putri. Mereka adalah Alissa Munawwarah, Arifah, Chyatunnufus, dan Inayah. Keluarga Gus Dur tak jauh berbeda dari model keluarga lain. Konsepnya tentang suami-istri, misalnya, pernah diungkapkannya.
"Istri itu yang terbaik kalau nggak ikut campur urusan suami. Dan suami yang baik adalah nggak mau tahu urusan istri. Yang penting menghormati hak masing-masing. Saya nggak pernah cerita-cerita.''
Gus Dur punya kisah betapa susahnya menjalani hidup saat itu. "Pulang dari Mesir, saya mengajar di pondok pesantren. Untuk tambah-tambah penghasilan, istri saya tiap malam menggoreng kacang dan bikin es lilin. Kadang-kadang sampai pukul 02.00 pagi. Esok harinya dijual di warung-warung. Dia tidak guncang. Sampai hari ini, saya selalu ingat saat menderita dulu itu.''
Sebagai seorang ayah, Gus Dur sangat mencintai anak-anaknya, kendati dia memberikan kebebasan penuh kepada mereka untuk memilih cita-cita dan jenjang pendidikan yang harus dilalui.
Lisa, putri sulungnya, kini menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi UGM. Putri keduanya, Yenny, sempat menjadi asisten koresponden Harian The Sydney Morning Herald di Sydney. Putri ketiganya, Nufus, menyelesaikan studi sastra Cina di Universitas Indonesia. Si bungsu, Ina, masih duduk di bangku SMU. (jos/sym/berbagai sumber)
Megawati Soekarno Putri- Spoiler:
Nama : Dr (HC) Hj. Megawati Soekarnoputri Nama Lengkap : Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri Lahir : Yogyakarta, 23 Januari 1947 Agama : Islam Suami : Taufik Kiemas Anak: 3 orang, (2 putra, 1 putri)
Karir : :: Presiden Ke-5 RI (2001 - 2004) :: Wakil Presiden RI (1999- 2001) :: Anggota DPR/MPR RI (1999) :: Anggota DPR/MPR RI (1987-1992)
Pendidikan : :: SD s/d SMA Perguruan Cikini :: Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran (1965-1967) :: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).
Organisasi : :: Aktivis GMNI, 1965-1972 :: Ketua Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Cabang Jakarta Pusat :: Ketua Umum DPP PDI, 1993-1998, Hasil Munas 1993, 22 Desember 1993-1998 :: Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, 1998-April 2000, Hasil Kongres 1998, Sanur, Bali, 8-10 Oktober 1998 :: Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, April 2000-2005, Hasil Kongres PDI-P, Semarang, Jawa Tengah, April 2000 :: Peserta Konvensi Wanita Islam International di Pakistan, 1994
Penghargaan :: “Priyadarshni Award” dari lembaga Priyadarshni Academy, Mumbay, India, 19 September 1998 :: Doctor Honoris Causa dari Universitas Waseda, Tokyo, Jepang, 29 September 2001
Alamat Kantor: Jalan Medan Merdeka Selatan No 6 Jakarta 10110
Alamat Rumah: :: Resmi: Jalan Teuku Umar 27-A, Jakarta Pusat :: Pribadi: Jl. Kebagusan IV No 45 RT 010 RW 04, Kel. Kebagusan Kec. Pasar Minggu, Jakarta Selatan
ernama Lengkap Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau akrab di sapa Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-4 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-5.
Susilo Bambang Yudhoyono- Spoiler:
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949 Agama : Islam Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Pangkat terakhir : Jenderal TNI (25 September 2000) Pendidikan: = Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973 = American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976 = Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976 = Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 = On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983 = Jungle Warfare School, Panama, 1983 = Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984 = Kursus Komando Batalyon, 1985 = Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989 = Command and General Staff College, Fort = Leavenwort,Kansas, AS Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier: - Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976) - Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977) - Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977) - Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978) - Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981) - Paban Muda Sops SUAD (1981-1982) - Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985) - Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) - Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988) - Dosen Seskoad (1989-1992) - Korspri Pangab (1993) - Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994) - Asops Kodam Jaya (1994-1995) - Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) - Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995) - Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan) - Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda - Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) - Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999) - Mentamben (sejak 26 Oktober 1999) - Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) - Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Penugasan: Operasi Timor Timur (1979-1980), dan 1986-1988
Penghargaan: - Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973) - Honorour Graduated IOAC, USA, 1983 - Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003.
Alamat : Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor-16967. Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.
Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas. Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam. Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6.
Terakhir diubah oleh guantheng duewe tanggal Mon 21 Mar 2011 - 15:23, total 1 kali diubah | |
|